Senang sekali rasanya menemukan mereka, bayangkan setelah sekian tahun bahkan bisa dikatakan puluhan tahun tidak mendengar k
abar, akhirnya bisa berjumpa kembali walau hanya di dunia maya.
Saat pertamakali menemukan seorang teman lama, pasti yang kita lihat adalah PROFIL sang teman lama tersebut bukan? Walaupun tidak semua orang mencantumkan keterangan lengkap, tetapi kita bisa mengetahui domisili sang teman, pekerjaan dan terakhir adalah STATUS, Menikah atau Lajang. Untuk yang tidak menyebutkan status, biasanya kita melihat koleksi foto-foto mereka, walaupun jarang yang menunjukkan foto bersama pasangan, biasanya kita menemukan foto bersama anak atau foto pasangan bersama anak.
Begitu juga yang dilakukan oleh mantan teman kuliah saya yang saat ini masih berstatus lajang walaupun usianya sudah tergolong matang (> 35 tahun), dan dengan terbukanya ia bercerita bahwa betapa kecewa dirinya saat pertama kali menemukan saya di facebook dengan status Menikah (rupanya waktu kuliah ada juga penganggum rahasia saya – pede.com). Saya pun merasa heran mengapa teman saya ini belum menikah, padahal selama kuliah ia berpacaran dengan teman sekost saya.
Alasan yang saya terima adalah mereka putus setelah 7 tahun pacaran, walaupun sempat mendapatkan pacar baru, tetapi tetap tidak merasa cocok untuk menikah. Setelah itu, ia memilih menjomblo, menurutnya di usianya saat ini, malas untuk ‘hunting’ pacar seperti waktu muda dulu, inginnya bisa mendapatkan wanita cocok untuk langsung dijadikan pasangan hidup, tapi susahnya minta ampun.
Lain lagi cerita mantan teman kerja saya seorang pria lajang juga dengan usia yang sudah matang juga, kondisi finansial pun sudah tergolong mapan, jabatannya manager di salah satu perusahaan swasta di Jakarta, mobil ada, rumah pun sudah ada, tetapi tetap belum menemukan pasangan hidup. Karena ia minta saya mengenalkan dirinya dengan wanita yang saya anggap baik, maka saya kenalkanlah salah seorang family dari keluarga suami saya, yang kebetulan juga sedang mencari pasangan hidup walau usianya baru 24 tahun kepada teman saya ini.
Bak anak bercerita pada Ibunya, hampir setiap hari ia menceritakan perkembangan perkenalannya, katanya dia merasa tidak cocok karena karakter famili saya ini yang sangat kekanak-kanakan dan ‘agak’ ngeyel, tapi tidak berani berterus terang pada orangnya langsung sehingga saat ini statusnya terus dalam tahap pedekate Selain itu, ternyata teman saya ini masih ‘hunting’ mencari gadis-gadis lain, dan hebatnya gadis gadis incarannya ini usia 22-24 an dan cantik-cantik pula, tapi dari ceritanya, sepertinya gadis-gadis ini hanya menjadikan teman biasa.
Kemarin teman saya ini kembali menunjukkan foto seorang gadis, katanya usia 29 tahun, 5 tahun lalu ia suka banget dengan gadis ini, tapi sang gadis sudah punya pacar. Menurutnya, 5 tahun lalu, gadis ini sangat cantik, badannya langsing, tapi sekarang sudah gendut, kemudian ia membandingkan dengan saya yang sudah punya anak 2 dan berkata, kalau masih gadis aja badannya sudah lebih besar dari saya apalagi nanti kalau sudah menikah.
Kemudian saya mengajukan beberapa pertanyaan, bagaimana sifatnya, apakah merasa cocok, latar belakang keluarganya, keyakinannya, apakah gadis ini mencintai teman saya ini? Jawaban mengarah pada suatu kecocokan. Saya pun menyarankan dia untuk memilih gadis ini daripada famili saya, karena menurut saya wajah gadis ini juga masih tergolong cantik dan lebih dewasa.
Susahnya mencari pasangan hidup juga saya temui pada teman-teman kerja saya dulu (wanita), ada yang usia sudah lebih dari 40 tahun (seorang dokter), ada juga yang seusia dengan saya dengan jabatan senior manager dan sudah menyelasaikan S2 nya, masih banyak juga yang lain, yang usianya sudah > 30 tahun.
Andai mereka memiliki keyakinan yang sama, tentunya saya sudah mengenalkan satu sama lain, tetapi sayangnya tidak.
Pada hakekatnya Jodoh memang di tangan Tuhan, tetapi seharusnya tetap ada usaha dari masing masing individu untuk mencari pasangannya, karena kita bukan Nabi Adam.
Ada baiknya kita tidak kaku pada kriteria penetapan pencarian pasangan hidup, apalagi bila usia sudah tidak muda lagi, kecuali pada hal mendasar seperti KEYAKINAN yang sama.
Ketika hati merasa cocok dan calon pasangan masuk dalam kategori tidak bermasalah, sebaiknya segera ambil keputusan untuk menikah, sebelum diambil orang. Memulai rumah tangga dari nol, asal benar benar memiliki keinginan untuk berusaha pasti kebutuhan hidup akan tercukupi.
Terakhir saya tutup dengan sebuah candaan umum,
Saat usia < 17 kita bertanya siapa aku?
Saat usia 17 sampai 25 tahun, pertanyaan berganti menjadi siapa kamu
Saat usia > 25 tahun dan belum menemukan pasangan pertanyaan pun berganti menjadi pernyataan siapa saja deh.
Saat pertamakali menemukan seorang teman lama, pasti yang kita lihat adalah PROFIL sang teman lama tersebut bukan? Walaupun tidak semua orang mencantumkan keterangan lengkap, tetapi kita bisa mengetahui domisili sang teman, pekerjaan dan terakhir adalah STATUS, Menikah atau Lajang. Untuk yang tidak menyebutkan status, biasanya kita melihat koleksi foto-foto mereka, walaupun jarang yang menunjukkan foto bersama pasangan, biasanya kita menemukan foto bersama anak atau foto pasangan bersama anak.
Begitu juga yang dilakukan oleh mantan teman kuliah saya yang saat ini masih berstatus lajang walaupun usianya sudah tergolong matang (> 35 tahun), dan dengan terbukanya ia bercerita bahwa betapa kecewa dirinya saat pertama kali menemukan saya di facebook dengan status Menikah (rupanya waktu kuliah ada juga penganggum rahasia saya – pede.com). Saya pun merasa heran mengapa teman saya ini belum menikah, padahal selama kuliah ia berpacaran dengan teman sekost saya.
Alasan yang saya terima adalah mereka putus setelah 7 tahun pacaran, walaupun sempat mendapatkan pacar baru, tetapi tetap tidak merasa cocok untuk menikah. Setelah itu, ia memilih menjomblo, menurutnya di usianya saat ini, malas untuk ‘hunting’ pacar seperti waktu muda dulu, inginnya bisa mendapatkan wanita cocok untuk langsung dijadikan pasangan hidup, tapi susahnya minta ampun.
Lain lagi cerita mantan teman kerja saya seorang pria lajang juga dengan usia yang sudah matang juga, kondisi finansial pun sudah tergolong mapan, jabatannya manager di salah satu perusahaan swasta di Jakarta, mobil ada, rumah pun sudah ada, tetapi tetap belum menemukan pasangan hidup. Karena ia minta saya mengenalkan dirinya dengan wanita yang saya anggap baik, maka saya kenalkanlah salah seorang family dari keluarga suami saya, yang kebetulan juga sedang mencari pasangan hidup walau usianya baru 24 tahun kepada teman saya ini.
Bak anak bercerita pada Ibunya, hampir setiap hari ia menceritakan perkembangan perkenalannya, katanya dia merasa tidak cocok karena karakter famili saya ini yang sangat kekanak-kanakan dan ‘agak’ ngeyel, tapi tidak berani berterus terang pada orangnya langsung sehingga saat ini statusnya terus dalam tahap pedekate Selain itu, ternyata teman saya ini masih ‘hunting’ mencari gadis-gadis lain, dan hebatnya gadis gadis incarannya ini usia 22-24 an dan cantik-cantik pula, tapi dari ceritanya, sepertinya gadis-gadis ini hanya menjadikan teman biasa.
Kemarin teman saya ini kembali menunjukkan foto seorang gadis, katanya usia 29 tahun, 5 tahun lalu ia suka banget dengan gadis ini, tapi sang gadis sudah punya pacar. Menurutnya, 5 tahun lalu, gadis ini sangat cantik, badannya langsing, tapi sekarang sudah gendut, kemudian ia membandingkan dengan saya yang sudah punya anak 2 dan berkata, kalau masih gadis aja badannya sudah lebih besar dari saya apalagi nanti kalau sudah menikah.
Kemudian saya mengajukan beberapa pertanyaan, bagaimana sifatnya, apakah merasa cocok, latar belakang keluarganya, keyakinannya, apakah gadis ini mencintai teman saya ini? Jawaban mengarah pada suatu kecocokan. Saya pun menyarankan dia untuk memilih gadis ini daripada famili saya, karena menurut saya wajah gadis ini juga masih tergolong cantik dan lebih dewasa.
Susahnya mencari pasangan hidup juga saya temui pada teman-teman kerja saya dulu (wanita), ada yang usia sudah lebih dari 40 tahun (seorang dokter), ada juga yang seusia dengan saya dengan jabatan senior manager dan sudah menyelasaikan S2 nya, masih banyak juga yang lain, yang usianya sudah > 30 tahun.
Andai mereka memiliki keyakinan yang sama, tentunya saya sudah mengenalkan satu sama lain, tetapi sayangnya tidak.
Pada hakekatnya Jodoh memang di tangan Tuhan, tetapi seharusnya tetap ada usaha dari masing masing individu untuk mencari pasangannya, karena kita bukan Nabi Adam.
Ada baiknya kita tidak kaku pada kriteria penetapan pencarian pasangan hidup, apalagi bila usia sudah tidak muda lagi, kecuali pada hal mendasar seperti KEYAKINAN yang sama.
Ketika hati merasa cocok dan calon pasangan masuk dalam kategori tidak bermasalah, sebaiknya segera ambil keputusan untuk menikah, sebelum diambil orang. Memulai rumah tangga dari nol, asal benar benar memiliki keinginan untuk berusaha pasti kebutuhan hidup akan tercukupi.
Terakhir saya tutup dengan sebuah candaan umum,
Saat usia < 17 kita bertanya siapa aku?
Saat usia 17 sampai 25 tahun, pertanyaan berganti menjadi siapa kamu
Saat usia > 25 tahun dan belum menemukan pasangan pertanyaan pun berganti menjadi pernyataan siapa saja deh.
0 komentar:
Posting Komentar